Monday, September 22, 2014

Ringkasan Eksekutif Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (Revisi) Kostajasa Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah



Salah satu Prinsip FSC, yaitu Prinsip nomor 9 (sembilan),  yang harus dipenuhi untuk dapat memperoleh sertifikat Pengelolaan Hutan Lestari oleh suatu Unit Pengelola Hutan adalah melakukan identifikasi  areal-areal yang memiliki Nilai Konservasi Tinggi di dalam wilayah kerjanya. FSC mendefinisikan ada tidaknya High Conservation Value Forests (HCVF) atau hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi (NKT)  dalam suatu wilayah unit pengelolaan dengan mengacu pada keberadaan satu atau lebih sifat-sifat di bawah ini :
  • HCVF/NKT 1    adalah Kawasan yang Mempunyai Tingkat Keanekaragaman Hayati yang Penting
  • HCVF/NKT 2     adalah Kawasan dengan Bentang Alam (lansekap) yang Penting Bagi Dinamika Ekologi Secara Alami
  • HCVF/NKT 3     adalah Kawasan yang Mempunyai Ekosistem Langka atau Terancam Punah
  • HCVF/NKT 4     adalah Kawasan yang Menyediakan Jasa-jasa Lingkungan Alami
  • HCVF/NKT 5     adalah Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Pemenuhan Kebutuhan Dasar Masyarakat Lokal
  • HCVF/NKT 6     adalah Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Identitas Budaya Tradisional Komunitas Lokal
Berdasarkan hasil audit untuk sertifikasi FSC yang telah dilakukan oleh lembaga penilai independen SmartWood, Kostajasa diminta untuk melakukan identifikasi HCVF di wilayah kerjanya dengan melalui proses konsultasi kepada publik/stakeholder yang relevan.
Identifikasi HCVF di wilayah kerja Kostajasa dilakukan melalui pengumpulan data sekunder tentang kawasan yang akan diidentifikasi, yang meliputi peta-peta mengenai kawasan yang akan diidentifikasi, dokumen-dokumen menyangkut data biofisik dan sosial budaya maupun dokumen-dokumen tambahan lainnya. Selanjutnya pengambilan data primer dilakukan pada areal-areal yang berpotensi memiliki NKT dengan melakukan analisis vegetasi untuk mendapatkan data flora/tumbuhan, pengamatan keberadaan fauna/satwa liar, pengamatan kondisi fisik lapangan, dan wawancara atau penggalian informasi kepada orang-orang/masyarakat yang berinteraksi dengan areal yang berpotensi memiliki NKT tertentu untuk mendapatkan data yang mendukung kondisi biologi, fisik maupun sosial budaya pada kawasan yang diidentifikasi.  Data sekunder dan data primer yang diperoleh akan dijadikan dasar penentuan ada tidaknya NKT pada areal kajian, setelah melalui proses analisis data.

Kawasan dengan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) yang diidentifikasi pada wilayah kerja Kostajasa meliputi :
NKT1.1 Kawasan yang Mempunyai atau Memberikan Fungsi Pendukung Keanekaragaman Hayati bagi Kawasan Lindung atau Konservasi

Karena areal kerja Kostajasa merupakan koridor penting bagi 2 (dua) area hutan lindung yang direncanakan dalam RTWR Kabupaten Kebumen. Beberapa areal Kostajasa masuk dalam kawasan cagar alam geologi Karangsambung yang memiliki fungsi perlindungan situs geologi serta daerah resapan air.

NKT 1.3 Kawasan yang Merupakan Habitat bagi Populasi Spesies yang Terancam, Penyebaran Terbatas atau Dilindungi yang Mampu Bertahan Hidup (Viable Population)

Karena ditemukannya burung Celepuk Jawa/Burung Hantu (Otus angelinae) di wilayah kerja Kostajasa, yang merupakan burung terestrial endemik Jawa yang masuk dalam daftar CITES : Apendix II.

NKT 1.4  Kawasan yang Merupakan Habitat bagi Spesies atau Sekumpulan Spesies yang Digunakan Secara Temporer/Sementara

Karena kawasan Goa yang ada di daerah Karst di sekitar kawasan hutan rakyat Kostajasa merupakan daerah migrasi dan tempat berlindung Kelelawar dan beberapa jenis satwa lainnya.

NKT 4.1  Kawasan atau Ekosistem yang Penting Sebagai Penyedia Air dan Pengendalian Banjir bagi Masyarakat

Wilayah kerja Kostajasa yang meliputi daerah Wonoharjo, Ginandong, Logandu, Clapar, Giripurno, Wonorejo, Pohkumbang, Candi, Kalibening dan Sikayu yang berada pada ketinggian antara 100 m – 500 m dpl, merupakan wilayah hutan rakyat yang memberikan kontribusi penting sebagai daerah tangkapan air terutama untuk sungai-sungai Kemit, Centang, Karanganyar, Gombong, Gebang,  Kretek, dan Jatinegara yang bermuara di 3 sungai besar yaitu Sungai Ijo, Sungai Telomoyo dan Sungai Luk Ulo.
Areal kerja Kostajasa juga diketahui memiliki sumber-sumber mata air yang penting bagi masyarakat. Selain itu, adanya kawasan karts yang memiliki banyak sumber air bersih, yang tersebar di wilayah Kecamatan Buayan dan Kecamatan Ayah menjadi pertimbangan bagi teridentifikasinya NKT 4.1.
NKT 4.2 Kawasan yang Penting Bagi Pencegahan Erosi dan Sedimentasi

Tujuan dari identifikasi NKT 4.2 adalah untuk melindungi daerah-daerah yang memiliki resiko tinggi terjadinya  erosi dan sedimentasi serta meminimalkan resiko kemungkinan terjadinya erosi.
Dari  hasil penelitian LIPI pada tahun 2008 pada DAS Luk Ulo diketahui bahwa DAS Luk Ulo merupakan salah satu DAS yang mempunyai tingkat erosi yang tinggi, terlihat dari sedimen-sedimen yang dihasilkan. Dilihat dari daerah resapan air, sub DAS Lokidang, Loning dan Maetan hulu merupakan daerah resapan yang sangat baik, dengan curah hujan tinggi dan musim hujan panjang, aliran sungai sepanjang tahun, pola penggunaan lahan mayoritas perkebunan rakyat atau kebun campuran. Potensi daerah resapan yang perlu dikonservasi adalah daerah lereng bagian atas hingga lereng bagian tengah Sub DAS Lokidang, Loning dan Maetan hulu karena fluktuasi dan sedimentasi sangat tinggi.

NKT 5 Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dasar Masyarakat Lokal.

Kawasan Kostajasa merupakan kawasan hutan kebun dimana komoditas yang ditanam sepenuhnya bernilai ekonomi dan penting bagi masyarakat. Kepentingan kawasan ini bagi masyarakat meliputi penyediaan : sumber air, pangan, bahan untuk rumah dan peralatan, obat-obatan, pakan hewan, dan kayu bakar.
Namun dari semua nilai  penting tersebut hampir semuanya kecuali air bersih merupakan hasil budidaya masyarakat dan bukan kondisi alami.  Sumber-sumber air bersih digunakan oleh masyarakat terutama untuk kebutuhan domestik rumah tangga seperti minum, MCK, industri rumah tangga (pembuatan tempe dan tahu) dan untuk kebutuhan menyiram tanaman.

NKT 6  Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting Untuk Identitas Budaya Komunitas Lokal

Karena adanya situs-situs penting yang berada di dalam dan sekitar areal Kostajasa yaitu situs  yang dikategorikan sebagai tempat ritual (sedekah bumi, pertapaan, petilasan, makam leluhur). Selain situs, terdapat juga areal yang dikeramatkan oleh masyarakat yaitu “Lemah Gege”. Area ini dipercaya oleh masyarakat tidak boleh dikelola untuk pertanian sehingga oleh Desa tanah ini kemudian ditanami tanaman kehutanan dimana hasilnya hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan pembangunan Desa.
Kepercayaan lainnya adalah terdapat sumber-sumber air yang dinaungi oleh pohon Beringin/Bulu (Ficus benjamina) yang dipercayai mempunyai nilai magis, misalnya berkhasiat untuk penyembuhan penyakit.
Keberadaan NKT di wilayah kerja Kostajasa dan sekitarnya memberikan konsekuensi bagi pengurus dan anggota Kostajasa untuk  melakukan pengelolaan dan pemantauan yang direkomendasikan untuk mempertahankan dan meningkatkan NKT yang ada tersebut.  Namun demikian, keberadaan NKT-NKT tersebut. juga memerlukan partisipasi dan dukungan pihak-pihak yang terkait, seperti Pemerintah Kabupaten Kebumen, karena wewenang dan tanggung jawab pengelolaannya tidak seluruhnya berada pada Kostajasa sendiri.




Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Kostajasa

Salah satu Prinsip FSC, yaitu Prinsip nomor 9 (sembilan),  yang harus dipenuhi untuk dapat memperoleh sertifikat Pengelolaan Hutan Lestari oleh suatu Unit Pengelola Hutan adalah melakukan identifikasi  areal-areal yang memiliki Nilai Konservasi Tinggi di dalam wilayah kerjanya. FSC mendefinisikan ada tidaknya High Conservation Value Forests (HCVF) atau hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi (NKT)  dalam suatu wilayah unit pengelolaan dengan mengacu pada keberadaan satu atau lebih sifat-sifat di bawah ini :
  • HCVF/NKT 1    adalah Kawasan yang Mempunyai Tingkat Keanekaragaman Hayati yang Penting
  • HCVF/NKT 2     adalah Kawasan dengan Bentang Alam (lansekap) yang Penting Bagi Dinamika Ekologi Secara Alami
  • HCVF/NKT 3     adalah Kawasan yang Mempunyai Ekosistem Langka atau Terancam Punah
  • HCVF/NKT 4     adalah Kawasan yang Menyediakan Jasa-jasa Lingkungan Alami
  • HCVF/NKT 5     adalah Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Pemenuhan Kebutuhan Dasar Masyarakat Lokal
  • HCVF/NKT 6     adalah Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Identitas Budaya Tradisional Komunitas Lokal
Berdasarkan hasil audit untuk sertifikasi FSC yang telah dilakukan oleh lembaga penilai independen SmartWood, Kostajasa diminta untuk melakukan identifikasi HCVF di wilayah kerjanya dengan melalui proses konsultasi kepada publik/stakeholder yang relevan.
Identifikasi HCVF di wilayah kerja Kostajasa dilakukan melalui pengumpulan data sekunder tentang kawasan yang akan diidentifikasi, yang meliputi peta-peta mengenai kawasan yang akan diidentifikasi, dokumen-dokumen menyangkut data biofisik dan sosial budaya maupun dokumen-dokumen tambahan lainnya. Selanjutnya pengambilan data primer dilakukan pada areal-areal yang berpotensi memiliki NKT dengan melakukan analisis vegetasi untuk mendapatkan data flora/tumbuhan, pengamatan keberadaan fauna/satwa liar, pengamatan kondisi fisik lapangan, dan wawancara atau penggalian informasi kepada orang-orang/masyarakat yang berinteraksi dengan areal yang berpotensi memiliki NKT tertentu untuk mendapatkan data yang mendukung kondisi biologi, fisik maupun sosial budaya pada kawasan yang diidentifikasi.  Data sekunder dan data primer yang diperoleh akan dijadikan dasar penentuan ada tidaknya NKT pada areal kajian, setelah melalui proses analisis data.

Kawasan dengan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) yang diidentifikasi pada wilayah kerja Kostajasa meliputi :
NKT1.1 Kawasan yang Mempunyai atau Memberikan Fungsi Pendukung Keanekaragaman Hayati bagi Kawasan Lindung atau Konservasi

Karena areal kerja Kostajasa merupakan koridor penting bagi 2 (dua) area hutan lindung yang direncanakan dalam RTWR Kabupaten Kebumen. Beberapa areal Kostajasa masuk dalam kawasan cagar alam geologi Karangsambung yang memiliki fungsi perlindungan situs geologi serta daerah resapan air.

NKT 1.3 Kawasan yang Merupakan Habitat bagi Populasi Spesies yang Terancam, Penyebaran Terbatas atau Dilindungi yang Mampu Bertahan Hidup (Viable Population)

Karena ditemukannya burung Celepuk Jawa/Burung Hantu (Otus angelinae) di wilayah kerja Kostajasa, yang merupakan burung terestrial endemik Jawa yang masuk dalam daftar CITES : Apendix II.

NKT 1.4  Kawasan yang Merupakan Habitat bagi Spesies atau Sekumpulan Spesies yang Digunakan Secara Temporer/Sementara

Karena kawasan Goa yang ada di daerah Karst di sekitar kawasan hutan rakyat Kostajasa merupakan daerah migrasi dan tempat berlindung Kelelawar dan beberapa jenis satwa lainnya.

NKT 4.1  Kawasan atau Ekosistem yang Penting Sebagai Penyedia Air dan Pengendalian Banjir bagi Masyarakat

Wilayah kerja Kostajasa yang meliputi daerah Wonoharjo, Ginandong, Logandu, Clapar, Giripurno, Wonorejo, Pohkumbang, Candi, Kalibening dan Sikayu yang berada pada ketinggian antara 100 m – 500 m dpl, merupakan wilayah hutan rakyat yang memberikan kontribusi penting sebagai daerah tangkapan air terutama untuk sungai-sungai Kemit, Centang, Karanganyar, Gombong, Gebang,  Kretek, dan Jatinegara yang bermuara di 3 sungai besar yaitu Sungai Ijo, Sungai Telomoyo dan Sungai Luk Ulo.
Areal kerja Kostajasa juga diketahui memiliki sumber-sumber mata air yang penting bagi masyarakat. Selain itu, adanya kawasan karts yang memiliki banyak sumber air bersih, yang tersebar di wilayah Kecamatan Buayan dan Kecamatan Ayah menjadi pertimbangan bagi teridentifikasinya NKT 4.1.
NKT 4.2 Kawasan yang Penting Bagi Pencegahan Erosi dan Sedimentasi

Tujuan dari identifikasi NKT 4.2 adalah untuk melindungi daerah-daerah yang memiliki resiko tinggi terjadinya  erosi dan sedimentasi serta meminimalkan resiko kemungkinan terjadinya erosi.
Dari  hasil penelitian LIPI pada tahun 2008 pada DAS Luk Ulo diketahui bahwa DAS Luk Ulo merupakan salah satu DAS yang mempunyai tingkat erosi yang tinggi, terlihat dari sedimen-sedimen yang dihasilkan. Dilihat dari daerah resapan air, sub DAS Lokidang, Loning dan Maetan hulu merupakan daerah resapan yang sangat baik, dengan curah hujan tinggi dan musim hujan panjang, aliran sungai sepanjang tahun, pola penggunaan lahan mayoritas perkebunan rakyat atau kebun campuran. Potensi daerah resapan yang perlu dikonservasi adalah daerah lereng bagian atas hingga lereng bagian tengah Sub DAS Lokidang, Loning dan Maetan hulu karena fluktuasi dan sedimentasi sangat tinggi.

NKT 5 Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dasar Masyarakat Lokal.

Kawasan Kostajasa merupakan kawasan hutan kebun dimana komoditas yang ditanam sepenuhnya bernilai ekonomi dan penting bagi masyarakat. Kepentingan kawasan ini bagi masyarakat meliputi penyediaan : sumber air, pangan, bahan untuk rumah dan peralatan, obat-obatan, pakan hewan, dan kayu bakar.
Namun dari semua nilai  penting tersebut hampir semuanya kecuali air bersih merupakan hasil budidaya masyarakat dan bukan kondisi alami.  Sumber-sumber air bersih digunakan oleh masyarakat terutama untuk kebutuhan domestik rumah tangga seperti minum, MCK, industri rumah tangga (pembuatan tempe dan tahu) dan untuk kebutuhan menyiram tanaman.

NKT 6  Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting Untuk Identitas Budaya Komunitas Lokal

Karena adanya situs-situs penting yang berada di dalam dan sekitar areal Kostajasa yaitu situs  yang dikategorikan sebagai tempat ritual (sedekah bumi, pertapaan, petilasan, makam leluhur). Selain situs, terdapat juga areal yang dikeramatkan oleh masyarakat yaitu “Lemah Gege”. Area ini dipercaya oleh masyarakat tidak boleh dikelola untuk pertanian sehingga oleh Desa tanah ini kemudian ditanami tanaman kehutanan dimana hasilnya hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan pembangunan Desa.
Kepercayaan lainnya adalah terdapat sumber-sumber air yang dinaungi oleh pohon Beringin/Bulu (Ficus benjamina) yang dipercayai mempunyai nilai magis, misalnya berkhasiat untuk penyembuhan penyakit.
Keberadaan NKT di wilayah kerja Kostajasa dan sekitarnya memberikan konsekuensi bagi pengurus dan anggota Kostajasa untuk  melakukan pengelolaan dan pemantauan yang direkomendasikan untuk mempertahankan dan meningkatkan NKT yang ada tersebut.  Namun demikian, keberadaan NKT-NKT tersebut. juga memerlukan partisipasi dan dukungan pihak-pihak yang terkait, seperti Pemerintah Kabupaten Kebumen, karena wewenang dan tanggung jawab pengelolaannya tidak seluruhnya berada pada Kostajasa sendiri.

Koperasi Hutan Rakyat Kostajasa

Koperasi Serba Usaha Taman Wijaya Rasa (Kostajasa) merupakan sebuah unit manajemen pengelolaan hutan rakyat yang berada di wilayah Kabupaten Kebumen, Propinsi Jawa Tengah.  Koperasi ini menjadi wadah organisasi  bagi masyarakat di pedesaan dalam melakukan pengelolaan hutan rakyat secara lestari di lahan miliknya secara kolektif dan swadaya dengan memiliki visi, misi dan tujuan pengelolaan yang sama.
Sejak bulan Agustus 2006 The Forest Trust (TFT) telah melakukan pendampingan kepada masyarakat untuk pengelolaan hutan rakyat secara lestari yang mengacu pada prinsip dan kriteria Forest Stewardship Council (FSC) melalui pembentukan kelompok-kelompok tani hutan. Pada bulan Juni 2007 terbentuk kelembagaan berupa koperasi sebagai wadah bagi anggota KTH yang telah terbentuk untuk melakukan  pengelolaan hutan rakyat secara lestari. Dalam perjalanannya, penambahan dan pengembangan anggota kelompok tani terus berjalan, sehingga yang pada awal Kostajasa meraih sertifikat FSC dari Rain Forest Alliance hanya memiliki 15 KTHR saat ini (tahun 2014) pada saat akan maju re sertifikasi FSC kembali sudah memiliki 27 KTHR.
Secara umum wilayah pengelolaan hutan rakyat di bawah koordinasi Kostajasa dibagi menjadi lima blok wilayah pengelolaan, yaitu :

  1. Blok Candi: Kelompok Tani Hutan (KTH) Subur Mulya, desa Giripurno, KTH Wana Makmur, desa Candi, KTH Rimba Makmur, desa Wonorejo, KTH Tirto Wahono, desa Karanggayam dan KTH Wonodadi, desa Sidoagung; 
  2. Blok Clapar : KTH Rimba Tani, desa Clapar, KTH Lestari Jaya, desa Logandu, KTH Rimba Lestari, Desa Kalibening, KTH Rimba Mulya, desa Ginandong; 
  3. Blok Adimulyo : KTH Wana Mukti, desa Sidomukti, KTH Rindang Jaya, desa Arjomulyo, KTH Rimba Asri, desa Tegalsari dan KTH Rimba Sari, desa Arjosari; 
  4. Blok Rowokele : KTH Tani Makmur, Mulya Sari dan Giri Mulyo, desa Wonoharjo, KTH Sri Mulyo, desa Giyanti, KTH Sari Tani, desa Sukomulyo, KTH Ngudi Waluyo, desa Pringtutul, KTH Ngudi Rahayu, desa Rowokele dan KTH Karya Dadi, desa Bumiagung; 
  5. Blok Buayan : KTH Karya Sari, desa Sikayu, KTH Sri Rukun, desa Karangsari, KTH Ngudi Makaryo, desa Banyumudal, KTH Tunas Sari II, desa Jogomulyo dan KTH Tugu Makmur, desa Tugu.   
Satuan terkecil pengelolaan hutan  rakyat Kostajasa adalah petak lahan anggota yang telah didaftarkan dan di inventarisasi oleh Kostajasa sesuai dengan persyaratan untuk menjadi anggota kelompok tani hutan dan Koperasi.


Thursday, May 23, 2013

Kenalkan Pestisida Organik di LMDH Alas Rejo

LMDH Alas Rejo Desa Sambongrejo kecamatan Sambong yang berada di bawah naungan KPH Cepu, pada tanggal 23 Mei 2012 bekerjasama dengan KPH Cepu dan TFT melaksanakan training pembuatan pestisida organik.
Pelatihan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memperkenalkan pestisida organik lebih khususnya pestisida nabati sebagai alternatif pengganti pestisida kimia yang saat ini masih sering dan banyak digunakan oleh pesanggem. Dengan semakin meningkatnya pemahaman pesanggem akan dampak negatif dari pestisida kimia dan didukung oleh kebijakan KPH Cepu yang meminimalkan penggunaan pestisida kimia di dalam hutan telah mendorong LMDH Alas Rejo untuk memperkenalkan pestisida organik kepada anggotanya.
Pestisida nabati yang dikenalkan semua bahan dasarnya ada di sekitar hutan dan tersedia dalam jumlah yang melimpah. Misalnya daun mimba (Azadirachta indica), biji mahoni, umbi gadung, empon-empon  dan lain-lain yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida nabati yang ramah lingkungan. Selain mudah memperoleh bahannya, cara meraciknya pun sangat mudah dan sederhana, cukup dengan menghaluskan bahan-bahan tersebut, kemudian merendamnya selama minimal 1 malam, disaring kemudian diencerkan dan siap digunakan di lapangan.
Yang jadi permasalahannya saat ini adalah bagaimana mendorong pesanggem untuk mencoba mengimplementasikannya dan menjadikan budaya dalam pola pertaniannya di dalam hutan dan luar hutan. Ketua LMDH Alas Rejo berkeinginan untuk menerapkannya di seluruh anggotanya.

Pemanfaatan Limbah Ternak

Begitu semangatnya di setiap pagi bu Siti rajin menampung urin kambing dan membawanya ke hutan untuk disiramkan ke tanaman rumput setaria yang ia tanam di salah satu petak pangkuan LMDH Argo Lestari Desa Kejene yang masuk wilayah RPH Kejene BKPH Cipero Perum Perhutani KPH Pemalang. Tidak sia-sia hasil jerih payahnya tersebut sehingga menghasilkan tanaman setaria yang subur dan hijau, dimana musim kemarau tiba ketika peternak lain kesulitan mencari rumput untuk pakan ternaknya, bu Siti hanya santai saja tinggal ambil dari petak andilnya, bahkan beberapa peternak lain membeli rumput bu Siti.
Pemberian urin kambing pada rumput setaria bu Siti yang berada pada areal tumpangsari berdampak juga pada tanaman Jati milik Perhutani. Nampak tanaman jati Perhutani yang terdapat dalam andil bu Siti tumbuh lebih baik dan subur dibandingkan dengan tanaman jati pada andil lain yang tidak diberikan urin kambing tersebut.
Lain halnya dengan pa Zamhuri yang sering dipanggil pa Tuwa oleh yang lain, beliau tidak menggunakan urin kambing namun beliau memanfaatkan kotoran kambing menjadi bokashi padat. Bokashi inilah yang ia gunakan untuk memupuk tanaman jagung di lahan andilnya. selain tanaman jagung pa Zamhuri juga memiliki tanaman setaria dan rumput gajah sebagai tanaman tumpangsarinya.
Masyarakat desa Kejene kecamatan Randudongkal kabupaten Pemalang memiliki petak pangkuan desa di bawah LMDH Argo Lestari KPH Pemalang. Selain sebagai pesanggem, umumnya masyarakat desa Kejene memiliki ternak kambing dan lahan sawah atau kebun. Atas inisiatif pa KRPH Kejene dan didukung oleh jajaran manajemen di KPH, sebagai upaya untuk mengurangi tekanan masyarakat terhadap hutan maka Desa Kejene dijadikan sebagai cluster ternak kambing. salah satu langkah awalnya adalah dukungan penanaman HMT yang bisa dilakukan melalui program tumpangsari maupun PLDT di lokasi perhutani secara resmi.
Masyarakat Kejene terutama pesanggem dan peternak sebetulnya sangat tertarik untuk mengembangkan pemanfaatan limbah ternak dengan melihat contoh bu Siti dan pa Zamhuri, namun kurangnya bimbingan dari pihak terkait membuat niat mereka belum terimplementasi.
Atas inisiatif dari pa KRPH bekerja sama dengan TFT akhirnya pada tanggal 16 Mei 2013 dilaksanakan pelatihan pembuatan pupuk organik berbasiskan limbah ternak kambing. Dalam pelatihan ini petani diberikan pengetahuan dan keterampilan bagaimana membuat dan mengolah limbah ternak kambing baik urin maupun kotoran menjadi pupuk organik cair (POC). Pembuatan POC ini memanfaatkan limbah dan bahan yang ada di sekitar Kejene seperti bonggol/gedebong pisang, urin dan kotoran kambing, air kelapa, empon-empon, air tajin, buah maja dan lain sebagainya. POC yang dihasilkan dapat digunakan untuk membuat pestisida organik. yang sangat bermanfaat dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman. Selain itu, pemberian pelatihan ini ditujukan sebagai alternatif/solusi bagi pesanggem dalam proses pengurangan penggunaan bahan kimia di kawasan hutan KPH Pemalang.

Salam Lestari

Sunday, October 9, 2011

Pestisida Organik dari Dukuh Jati Gowok

Siapa sangka seorang yang sederhana seperti pa Parjan (begitu beliau disapa) yang tinggal di sebuah dusun terpencil di tengah hutan jati memiliki inovasi dan pemikiran untuk menyelamatkan lingkungan dan manusia generasi berikutnya. Bukan dengan menanam pohon bukan pula dengan membersihkan sungai dari sampah-sampah. Tapi dengan menciptakan pestisida organik yang murah dan ramah lingkungan serta menyehatkan manusia baik yang menggunakannya maupun yang mengkonsusmi hasil panen produk pertaniannya.

Di dalam sepetak rumah
kayu yang berlantaikan tanah di Dukuh Jati Gowok RT 5 RW 3 Kelurahan Kedung Asri Kecamatan Ringin Arum Kabupaten Kendal Jawa Tengah ini, pa Parjan beserta istri sejak tahun 1998an membuat sendiri pestisida dan pupuk organik. Pada awalnya beliau membuat dan menggunakannya sendiri untuk tanaman jagung, brambang (bawang merah-red), kacang hijau dan tembakau yang dia tanam di ladang. Selain itu, pa Parjan yang juga anggota LMDH Mekarsari ini, beliau menggunakan produknya pada lahan garapannya di dalam hutan Perhutani KPH Kendal BKPH Sojomerto RPH Sojomerto Selatan.

Pestisida
organik yang pa Parjan buat adalah insektisida untuk memberantas ulat dan wereng, herbisida (pembasmi rumput) dan pupuk daun. Bahan-bahan yang beliau gunakan semua berasal dari alam seperti daun gliriside, temulawak, daun widuri (bakung-bakungan, babakoan), air kelapa, bawang putih, tembakau, daun sirsak, ragi, daun mimba, gadung, daun kwalot, jenu, gadel, buah mahoni, dll. Proses pembuatannya sangat sederhana dengan cara menghaluskan bahan dan memfermentasikannya beberapa hari, dan setelah itu siap digunakan.

Seiring dengan be
rjalannya waktu dan pengalaman beliau, beberapa tetangganya ikut mencoba menggunakan pestisida organik yang pa Parjan buat. Dengan bantuan ketua LMDH Mekarsari Pa Ahmad Sobirin, saat ini pestisida organik buatan pa Parjan sudah dikenal oleh seluruh anggota LMDH Mekarsari dan petani di luar Kedung Asri, bahkan Ketua LMDH menganjurkan kepada seluruh anggotanya untuk menggunakan pestisida organik buatan pa Parjan demi menjaga kesehatan dan lingkungan.

Pembuatan dan penggunaan pestisida organik oleh pesanggem (petani dalam kawasan hutan-red) di lahan perhutani KPH Kendal sangat mendukung program KPH Kendal untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia. Melalui pelatihan pembuatan pestisida organik yang diselenggarakan oleh bagian Lingkungan KPH Kendal untuk pesanggem dan staf Perhutani se KPH Kendal yang diselenggarakan bulan Juli 2011 bekerjasama dengan TFT (The Forest Trust-red), produk pa Parjan pun ikut dikenalkan dan ditawarkan kepada seluruh pesanggem., bahkan bukan itu saja tapi mencoba untuk dikenalkan kepada masyarakat melalui pameran tingkat propinsi Jawa Tengah.

Kini, Pa Parjan melalui LMDH Mekarsari yang digawangi pa Soboron berharap akan ada bantuan modal untuk mengembangkan produk pestisida organik ini bahkan mendapatkan izin/hak paten seperti impiannya selama ini sehingga akan membantu kesejahteraan beliau dan masyarakat lainnya.

***kampanye penggunaan pestisida organik